Sidang Istimewa
- satyadharma
- Mar 17, 2022
- 2 min read
Sidang istimewa tengah dilaksanakan di ruang pertemuan sepulang sekolah. Keputusan ini diambil ketika protes tidak mendapat tanggapan dari pihak yang bersangkutan seperti guru ataupun kepala sekolah. Siswa dapat mengajukan surat teguran sebanyak tiga kali, jika tetap tidak ada respon maka siswa dipersilahkan mengadakan sidang istimewa dengan OSIS dan MPK sebagai pengawas.
Di sinilah, Dion berada. Duduk di hadapan para guru dan kepala sekolah setelah tiga kali surat teguran darinya berakhir di atas meja tanpa adanya balasan.
“Saya sudah berkonsultasi dengan Bapak Santoso pembimbing sekbid 1 pada hari Rabu tanggal 2 Februari, namun Bapak Santoso meragukan salah satu program kerja Rokat. Memang tahun lalu program kerja ini tidak berjalan bahkan proposal pun tak diajukan sehingga dana tidak dapat cair dan dialokasikan ke tahun ini. Namun ketika melaksanakan Pra Laksis, Bu Dian mengatakan jika terdapat dana tahun lalu sebesar 5 juta dari lomba yang dapat diambil dengan syarat dan ketentuan,” terang Dion.
Dion mengedarkan pandangan. “Di tanggal 3 Februari saya mencoba berkonsultasi kembali dengan Bapak Santoso sekaligus untuk memenuhi syarat dan ketentuan, namun berakhir penolakan. Berulang seperti itu selama seminggu. Saya mencoba mengatur jadwal bertemu dengan Bapak Fahri selaku wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, namun ditolak. Begitu juga dengan Bapak Tara selaku kepala SMA Bhayangkara.”
“Terima kasih Saudara Dion, kepada Bapak Ibu guru dipersilahkan untuk menanggapi,” kata Bian selaku ketua umum OSIS periode tahun ini.
“Mengingat kondisi saat ini, program kerja tidak bisa dilaksanakan. Dana sekolah pun sedang menipis, bukankah begitu Bian dan Haza? Lagi pula, tak ada lomba pada tahun sebelumnya.”
Bian dan Haza saling bertatapan bingung. Mendengar hal itu, Dion berdiri. Menatap sinis Pak Tara. “Oh ya? Bukankah adanya penggelapan dana sekolah sejak 3 tahun lalu? Tahun ini sekolah meminta dana masing-masing siswa sebesar 3 juta, dana lomba yang selalu masuk ke rekening sekolah setiap bulan, dan dana dari yayasan. Dari dana-dana itu ada 20 juta untuk OSIS dan 10 juta untuk MPK, namun tahun ini dikurangi menjadi 15 juta untuk OSIS dan 3 juta untuk MPK. Beralasan dana menipis dan orang tua siswa tidak mau membayar sedangkan kenyataannya 80% orang tua siswa membayar bahkan lebih dari ketentuan nominal. Jadi? Dimana uang kami?”
“Mengapa diam?” tanya Dion, lagi.
Bian memberikan kode agar Dion tetap tenang. Tapi gelengan tegas Dion menjawab. Dion tak akan membiarkan ini terjadi lagi. “Selama ini kami dibungkam dengan alasan orang tua siswa tidak membayar. Kalian menyalahkan kami, padahal yang terjadi?”
“Tidak sepantasnya kamu berbicara seperti ini. Ini fitnah! Mana bukti kamu?” tudung Pak Fahri.
Dion menunjukkan lipatan kertas, lantas membukanya dengan tatapan bengis. “Lihat, bukankah menjadi bukti yang jelas. Pertanyaan kami hanya, dimana uang kami? Berikan uang kami semestinya.”
“Fitnah. Semua bisa direkayasa!” tukas Pak Tara.
Dion menggeleng. Sudah dapat ditebak, mereka akan terus mengelak pada bukti-buktinya yang telah jelas. Suara Pak Tara menggema, memanggil security dan mengancamnya akan memberikan surat teguran.
“Kalian mengajarkan supaya kami tidak pernah melakukan hal menjijikkan itu, namun kalian sendiri yang justru melakukannya. Tidak perlu susah-susah kalian menodongkan pistol ke kami agar kami tunduk. Cukup korupsi uang kami dan berikan ancaman. Sedangkan kalian tahu jika kami tak semampu kalian. Bukankah demikian?”
Dion berdecih. “Ada apa dengan SMA ini?”
Pada akhirnya Dion yang kalah. Dion yang dipaksa untuk bungkam. Entah, bagaimana harus menyelesaikan permasalahan ini. Tapi Dion harap akan mendapatkan ujung dari masalah ini dan mereka mendapatkan balasan setimpal.
コメント